Good Governance
Oleh: Drs. Yakobus Kumis
Sebuah paradigma baru menuju
kepemerintahan yang baik (good governance) menekankan 10 (sepuluh) Prinsip.
(ireyogya.org: Mengkaji ulang Good Government). Salah satu prinsipnya adalah
pemerintahan yang menetapkan diri sebagai milik masyarakat, bukan yang mendikte masyarakat. Dalam konteks kita, hal itu berarti bahwa pemerintah tidak perlu mengambil peran terlalu banyak apabila warga masyarakat dapat melakukan sendiri, apalagi membatasi warga Negara. Kesepuluh prinsip
good governance itu adalah:
- Customer-Driven Government (Pemerintah yang menjadi penggerak ekonomi masyarakat)
- Mission-Driven Government (Pemerintah yang mempunyai misi yang jelas untuk ekonomi masyarakat)
- Anticipatory Government (Pemerintah yang memiliki sifat antisipasi yang kokoh)
- Result-Orientied Government (pemerintah yang berorientasi keberhasilan pembangunan)
- Competitive Government (pemerintah yang mempunyai daya saing yang sehat)
- Entreprising Government
- Decentralized Government (dengan memaksimalkan otonom daerah (otda) dalam memberdayakan ekonomi rakyat setempat
- Community-Oriented Government, Suatu pemerintahan yang berorientasi kesejahteraan komunitas Masyarakat adat
- Catalytic Government (Pemerintah yang menyediakan fasilitas bagi pertumbuhan ekonomi Masyarakat adat), bukan Regulatic Government yang melulu membatasi dan mengatur masyarakat dan investor secara kaku
- Market-Oriented Government, suatu pemerintahan yang berorientasi pasar, bukan hanya menjadi penguasa yang pasif dan hanya mengambil roti yang seharusnya menjadi milik masyarakat. (Dr. Yanuarius Koli Bau:2004).
Dari pengalaman diberbagai tempat dapat disimpulkan bahwa intervensi Negara dalam
aktivitas ekonomi Masyarakat adat hanya dapat dibenarkan apabila warga Negara tidak mampu melakukannya sendiri, atau dengan kata lain apabila pasar mengalami kemacetan (Market-failure). William J Bamol (Welfare Economics and the Theory of State, 1952), Paul Samuelson (The Pure Theory Of Public Expenditure, 1954), hinga tulisan-tulisan terkini seperti B Guy Peters dan Jon Pierre dalam Politician, Bureaucrats and Administrative Reform, 2001) dan Robert Quinn (deep Change, 2003), selalu mengisyaratkan keharusan agar Negara mengambil peran minimal dalam aktifitas ekonomi agar warga masyarakat sendirilah yang melakukannya secara efektif dan efisien dengan dukungan para investor, baik domestik maupun asing yang beminat untuk mengembangkan usaha
Masyarakat adat.
Pustaka
- Bdk.Institute for research and empowerment (IRE) Yogyakarta,” Mengkaji ulang Good Government”, dalam website ireyogya.org
- Bdk. Dr. Yanuarius Koli Bau, “ Masa Depan CU dan CU Masa Depan” dalam Indomedia.com Tgl 23 September 2004, hal 1-4
Good Governance
Oleh: Drs. Yakobus Kumis
Sebuah paradigma baru menuju
kepemerintahan yang baik (good governance) menekankan 10 (sepuluh) Prinsip.
(ireyogya.org: Mengkaji ulang Good Government). Salah satu prinsipnya adalah
pemerintahan yang menetapkan diri sebagai milik masyarakat, bukan yang mendikte masyarakat. Dalam konteks kita, hal itu berarti bahwa pemerintah tidak perlu mengambil peran terlalu banyak apabila warga masyarakat dapat melakukan sendiri, apalagi membatasi warga Negara. Kesepuluh prinsip
good governance itu adalah:
- Customer-Driven Government (Pemerintah yang menjadi penggerak ekonomi masyarakat)
- Mission-Driven Government (Pemerintah yang mempunyai misi yang jelas untuk ekonomi masyarakat)
- Anticipatory Government (Pemerintah yang memiliki sifat antisipasi yang kokoh)
- Result-Orientied Government (pemerintah yang berorientasi keberhasilan pembangunan)
- Competitive Government (pemerintah yang mempunyai daya saing yang sehat)
- Entreprising Government
- Decentralized Government (dengan memaksimalkan otonom daerah (otda) dalam memberdayakan ekonomi rakyat setempat
- Community-Oriented Government, Suatu pemerintahan yang berorientasi kesejahteraan komunitas Masyarakat adat
- Catalytic Government (Pemerintah yang menyediakan fasilitas bagi pertumbuhan ekonomi Masyarakat adat), bukan Regulatic Government yang melulu membatasi dan mengatur masyarakat dan investor secara kaku
- Market-Oriented Government, suatu pemerintahan yang berorientasi pasar, bukan hanya menjadi penguasa yang pasif dan hanya mengambil roti yang seharusnya menjadi milik masyarakat. (Dr. Yanuarius Koli Bau:2004).
Dari pengalaman diberbagai tempat dapat disimpulkan bahwa intervensi Negara dalam
aktivitas ekonomi Masyarakat adat hanya dapat dibenarkan apabila warga Negara tidak mampu melakukannya sendiri, atau dengan kata lain apabila pasar mengalami kemacetan (Market-failure). William J Bamol (Welfare Economics and the Theory of State, 1952), Paul Samuelson (The Pure Theory Of Public Expenditure, 1954), hinga tulisan-tulisan terkini seperti B Guy Peters dan Jon Pierre dalam Politician, Bureaucrats and Administrative Reform, 2001) dan Robert Quinn (deep Change, 2003), selalu mengisyaratkan keharusan agar Negara mengambil peran minimal dalam aktifitas ekonomi agar warga masyarakat sendirilah yang melakukannya secara efektif dan efisien dengan dukungan para investor, baik domestik maupun asing yang beminat untuk mengembangkan usaha
Masyarakat adat.
Pustaka
- Bdk.Institute for research and empowerment (IRE) Yogyakarta,” Mengkaji ulang Good Government”, dalam website ireyogya.org
- Bdk. Dr. Yanuarius Koli Bau, “ Masa Depan CU dan CU Masa Depan” dalam Indomedia.com Tgl 23 September 2004, hal 1-4
Adil Ka' Talino, Bacuramin Ka' Saruga, Basengat Ka' Jubata. Blog ini berisi konten adat dan budaya Dayak Kalimantan Barat. Semoga apa yang saya bagikan dapat menjadi sumbangan pengetahuan bagi kita semua. Saya juga mengharap kritik dan saran yang membangun bagi pengetahuan saya sebagai praktisi adat. Salam Budaya.